Sabtu, 11 Oktober 2014

Tarian Dan kesenian Raja Ampat

Tarian Adat Dan kesenian Raja Ampat

Tarian selamat datang
Tarian Selamat Datang


Raja Ampat sebagai bagian dari provinsi papua barat di pulau Papua, kaya akan ragam seni budaya musik, tari-tarian dan kerajinan tangan khas papua yang sangat eksotis. Setiap suku yang tersebar di berbagai kepulauan Raja Ampat umumnya memiliki seni tari dan tata cara adat sendiri. Ciri umum dari seni tari dan musik dari Raja Ampat adalah gerakan tarian yang umumnya ditampilkan dengan bersemangat serta diiringi oleh alat musik perkusi  khas papua yang bernama Tifa, gong (mambokon) dan tambur (bakulu). Selain alat musik perkusi, alat musik bersenar seperti gitar dan alat musik tiup seperti seruling dan alat musik tiup dari kerang laut juga sering digunakan untuk mengiringi tarian. Beberapa contoh tarian yang sering ditampilkan dalam berbagai upacara adat maupun penyambutan adalah Tarian Wor, Main Moun, Tarian Batpo, Tarian Yako dan kesenian Suling Tambur.
costum tarian wanita
Costum Tarian Wanita
Kostum penari wanita yang digunakan dalam berbagai tarian khas Raja Ampat biasanya menggunakan perpaduan dari warna-warna terang dengan kontras tinggi seperti merah, kuning tua, hijau terang dan biru terang. Sedangkan untuk kostum penari pria umumnya adalah bertelanjang dada di bagian atas dan untuk menutupi bagian pinggang ke bawah biasanya menggunakan kostum khas Papua yg mediami pesisisr pantai yaitu pakaian dari bahan Sabut (ijuk), anyaman daun kelapa atau bulu dan kulit binatang tergantung dari jenis tarian yang dibawakan. Ada pula kaum pria yang tampil menggunakan penutup aurat khas papua yaitu koteka.Baik penari pria dan wanita akan tampil lengkap dengan aksesoris dan rias wajah yang khas dan eksotis yang hanya bisa kita jumpai dalam seni tradisional khas pulau papua.

suku-suku raja ampat
suku-suku raja ampat
Lagu-lagu khas Raja Ampat dan papua umumnya berirama riang tetapi seperti memiliki semacam daya pikat yang menghanyutkan ketika kita menikmatinya. Umumnya lagu-lagu Papua dinyanyikan dengan perpaduan suara vokal lebih dari satu orang. Sangat indah untuk menikmati nyanyi-nyayian khas papua ini di tepi pantai sambil bersantai  atau untuk menemani perjalanan wisata anda di Raja Ampat.

Tarian Tradisional Suku Biak

Tarian Tradisional Suku Biak

Tarian adat Biak
Tarian adat Biak

Tarian Yospan merupakan tarian rakyat yang biasa dilakukan dalam kegiatan-kegiatan acara adat maupun peringatan hari-hari besar. Dan berkelompok dan memiliki irama dan ritme dilakukan secara riang,  sangat unik dan menarik.
Suku Biak merupakan salah satu kelompok masyarakat Papua yang hidup dan tinggal di kabupaten Biak Numfor. Turun temurun, setiap kegiatan yang terkait dengan alur kehidupan mereka berjalan berdasarkan aturan adat. Aturan adat itu berasal dari para leluhur suku Biak yang diyakini sebagai tetua adat. Salah satu aturan adat yang harus dijalani yakni prosesi adat sebelum warga Biak melangsungkan pernikahan. Bagaimana prosesi ritual adat itu?
Sebelum melangsungkan pernikahan, pihak keluarga dari lelaki Biak yang ingin menikah itu diwajibkan untuk melamar wanita calon pendamping. Di Biak, terdapat dua cara untuk melamar calon pengantin wanita. Pertama, pinangan dilakukan oleh pihak orang tua lelaki sewaktu anak lelaki mereka ataupun anak gadis yang akan dilamar masih berusia anak-anak. Dalam bahasa Biak, tradisi ini disebut Sanepen. Cara yang kedua yakni Fakfuken, orang tua lelaki melamar gadis yang akan menjadi pengantin setelah kedua anak mereka berumur minimal 15 tahun. Pada saat melamar itu, pihak lelaki membawa Kaken atau tanda perkenalan seperti gelang ataupun kalung dari manik-manik. Tidak ada ketentuan adat, berapa banyak kaken yang harus diserahkan, jumlah dan jenisnya berdasarkan pada kemampuan materi dari pihak keluarga lelaki. Jika orang tua dari pihak perempuan menerima lamaran itu, mereka juga memberikan kaken kepada pihak lelaki. Sama halnya dengan tanda perkenalan yang diberikan oleh pihak lelaki, pihak perempuan memberikan kaken sesuai dengan kemampuannya.

Jika kedua belah pihak telah setuju untuk menyelenggarakan pernikahan, mereka menentukan mas kawin yang nantinya diberikan pihak lelaki kepada pihak wanita. Dulu, mas kawin itu umumnya berupa Kamfar yakni gelang dari kulit kerang. Jika lelaki yang akan menikah itu berasal dari keluarga terpandang, ia memberikan sebuah perahu layar sebagai mas kawin. Namun seiring dengan perkembangan jaman, suku Biak mengganti jenis mas kawin itu dengan gelang yang terbuat dari perak. Setelah penentuan mas kawin, kedua orang tua dari kedua belah pihak pergi menuju rumah tetua adat suku Biak. Bagi suku Biak, tetua adat memiliki peran yang sangat penting. Begitu pentingnya peran tetua adat itu, pihak keluarga akan menyelenggarakan pernikahan pada hari yang oleh tetua adat dianggap sebagai hari baik. Sementara itu, segala macam kebutuhan pernikahan mulai dipersiapkan satu minggu menjelang hari pernikahan dilaksanakan.
Tarian Tradisional Suku Biak
Tarian Tradisional Suku Biak

Pernikahan adat suku Biak mulai dilaksanakan satu hari sebelum hari pernikahan tiba. Kedua calon mempelai yang akan menikah mengawali tradisi ini dengan acara makan bersama dengan semua saudara lelaki dari pihak ibu kedua mempelai. Keesokan harinya, keluarga wanita mulai menghias sang gadis sesuai adat. Setelah dianggap tampil sempurna, barulah calon pengantin wanita dibawa menuju rumah pengantin lelaki. Di rumah pihak lelaki itulah, puncak acara dalam pernikahan adat suku Biak dilaksanakan. Ketika menikah, lelaki ataupun wanita Biak mengenakan pakaian adat Papua yang bentuknya hampir sama. Mereka juga memakai gelang, kalung, serta ikat pinggang dari manik-manik.
Acara puncak pernikahan adat suku Biak diawali dengan penyerahan seperangkat senjata berupa tombak, panah, serta parang. Penyerahan itu diawali dari pihak keluarga wanita kepada pihak lelaki. Bagi suku Biak, penyerahan dari pihak wanita itu menjadi simbol bahwa keluarga wanita telah sepenuhnya menyerahkan anak gadis mereka kepada keluarga lelaki. Setelah diterima oleh wakil dari pihak lelaki, pihak keluarga lelaki menyerahkan pemberian yang bentuknya sama kepada pihak perempuan. Kali ini, pemberian ini menjadi simbol, keluarga lelaki telah menerima anak gadis itu dan menjaganya seperti anak mereka sendiri. Setelah itu, barulah kepala adat mulai mengawali inti acara pernikahan.

Inti acara pernikahan adat diawali dengan pemberian sebatang rokok yang tampak seperti cerutu. Rokok itu wajib dihisap oleh pengantin lelaki kemudian diisap oleh pengantin wanita. Tak lama kemudian, tetua adat memberikan dua buah ubi yang telah dibakar di atas bara api kepada kedua mempelai. Ketika itu, setiap pengantin memperoleh sebuah ubi. Doa dan mantera yang dibacakan oleh sang tetua adat mengiringi prosesi pemberian ubi itu kepada kedua mempelai. Dalam tradisi ini, doa merupakan permohonan restu kepada Tuhan agar kedua mempelai mendapat kebahagiaan. Setelah doa selesai dibacakan, kedua mempelai melaksanakan tradisi saling menyuapi ubi. Seluruh rangkaian acara pernikahan adat suku Biak ini diakhiri dengan makan bersama dengan seluruh keluarga dari kedua pihak dan para tamu undangan. Dengan berakhirnya tradisi makan bersama itu, usai sudah seluruh rangkaian acara pernikahan adat suku Biak di kabupaten Biak Numfor, Papua.

Kawasan Teluk Cendrawasih

Kawasan Teluk Cendrawasih

Kawasan laut Teluk Cenderawasih memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang tersebar baik di darat, di pulau-pulau maupun di perairan laut sekitarnya. Kawasan inipun memiliki fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan.

Kawasan Teluk Cendrawasih



Kawasan TNTC membentang dari rangkaian Kepulauan Auri dari arah timur Tanjung Kwatisore di sebelah selatan sampai ke utara di atas Pulau Rumberpon. Tercakup di dalamnya 500 Km garis pantai Pulau Induk Papua dengan terumbu karangnya dan daerah pesisir pantai dan terumbu karang dari ke 18 pulau yang berada di dalam zona inti, zona pelindung dan zona pemanfaatan terbatas. Ke 18 pulau itu adalah: Pulau Nuburi, Pepaya, Nutabari, Kumbur, Anggromeos, Kabuoi, Rorado, Kuwom, Matas, Rouw, Iwaru, Rumarakon, Nusambier, Maransabadi, Nukup, Paison, Numerai, dan Wairundi.
Luas daratan dan perairan dalam kawasan TNTC dapat dirinci sebagai berikut:
Daratan = 68.200 Ha, terdiri dari:
Pesisir Pantai = 12.400 Ha (0,9%)
Daratan Pulau-pulau = 55.800 Ha (3,8%)
Perairan/laut = 1.385.300 Ha, terdiri dari
Terumbu Karang = 80.000 Ha (5,5%)
Laut = 1.305.300 Ha (89,8%
Tujuan ditetapkannya TNTC adalah untuk memelihara dan melestarikan fungsi kawasan dan untuk mengawetkan keanekaragaman jenis flora dan fauna serta ekosistemnya yang terdapat di kawasan tersebut. Adapun fungsi kawasan TNTC adalah sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, untuk menunjang pemanfaatan lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, serta untuk dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan dan pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.

Taman Bawa laut
Taman  bawa Laut

Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam   yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan   sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan   penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang   budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Sistem zonasi   terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan, dan zona lain   sesuai  dengan keperluan.
Taman Nasional Teluk Cenderawasih dikelola dengan   sistem zonasi. Pembagian zonasi kawasan dapat   dilihat pada gambar/peta dengan uraian singkat   sebagai berikut:

Zona Inti

Merupakan zona perlindungan yang ketat, yang   berfungsi melindungi jenis-jenis dan daerah-daerah   dengan   nilai pelestarian tinggi, seperti habitat dan   species langka atau terancam kerusakan atau   terancam punah;   habitat peka yang lemah terhadap   gangguan; daerah-daerah yang digunakan untuk   melindungi stok perkembangbiakan dari jenis yang   boleh dimanfaatkan, dan contoh-contoh yang masih   baik/utuh dari tipe-tipe   habitat alamiah.

Zona Pelindung

Letak zona pelindung mengelilingi zona inti. Maksudnya adalah untuk melindungi zona inti dan   merupakan penyangga dari kegiatan-kegiatan pada zona-zona lainnya sehingga tidak berdampak langsung pada zona inti.

Zona Pemanfaatan Terbatas

Merupakan daerah pemanfaatan sumberdaya alam oleh penduduk setempat secara tradisional untuk kepentingan hidup sehari-hari maupun oleh pengunjung/pendatang tetapi dengan pengawasan dan pembatasan-pembatasan tertentu sehingga tidak merusak habitat atau mengambil jenis yang dilindungi, langka atau terancam punah.

Zona Penyangga

Merupakan daerah di luar zona-zona tersebut di atas dan diperuntukkan untuk pengamanan dan kegiatan-  kegiatan lainnya. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No.185/Kpts-II/1997, organisasi pengelola TNTC adalah Balai Taman Nasional Teluk Cenderawasih(BTNTC). Adapun struktur organisasi dan Tata Kerja Balai ini mengacu pada Keputusan Menteri Kehutanan No. 6186/Kpts-II/2002 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional.

EKOSISTEM:

Tipe-tipe ekosistem di kawasan Taman Nasional Laut Teluk Cenderawasih secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi: ekosistem hutan tropis daratan pulau, ekosistem pantai, dan ekosistem perairan laut yang terdiri dari terumbu karang, padang lamun dan dataran dangkal yang kurang dari 20 meter.
Pada ekosistem pesisir pantai didapati hutan/vegetasi mangrove, antara lain: Rhizophora sp. (Bakau bakau), Sonneratia sp. (Tancang), Avicennia sp. (Api-api), Ceriops sp. (Tingi), Bruguiera sp., Xylocarpus sp., dan Heritiera sp. Kelompok vegetasi demikian ini merupakan habitat yang baik untuk pemijahan jenis, ikan dan udang serta berbagai plankton dan ikan-ikan kecil lainnya.
Pada tipe ekosistem perairan laut terdapat hamparan karang alami yang sangat indah dan luas yang dapat dikelompokkan dalam lima bentuk pokok hamparan, yaitu: terumbu karang yang berbentuk potongan-potongan (Patch Reef), terumbu karang pantai (Fringging Reef), terumbu karang penghalang (Barrier Reef), terumbu karang berbentuk cincin (Atol), dan terumbu karang perairan dangkal (Shallow Water Reef). Terumbu karang tersebut terdiri dari sekitar 67 genera dan sub genera, mencakup 145 jenis karang Scleractinia yang terdapat sampai pada kedalaman 35 meter.
Prosentase penutupan karang hidup bervariasi antara 30,40 % sampai 65,64 %. Variasi ini dipengaruhi antara lain oleh tingkat intervensi masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya alam.
Ekosistem terumbu karang umumnya terbagi menjadi dua zona, yaitu zona rataan terumbu (reef flat) dan zona lereng terumbu (reef slope). Zona rataan terumbu pada sisi sekat garis pantai didominasi oleh substrat pasir dan lamun. Pada zona ini dapat dilihat beberapa jenis karang terutama dari keluarga Porites, Acropora, Poccilopora, dan Favites. Pada beberapa pulau, pada zona rataan terumbu dapat dilihat: koloni karang biru (Heliopora coerulea), karang hitam (Antiphates sp.), famili Faviidae dan Pectiniidae, serta berbagai jenis karang lunak.
Zona lereng terumbu di kawasan TNTC terdiri dari dua tipe, yaitu: lereng terumbu yang landai dan yang berbentuk tubir (drop-off). Pada zona lereng terumbu ini terdapat jenis-jenis karang, antara lain: Leptoseris spp., Montiphora spp., Oxyphora spp., Mycedium elephantathus dan Piristesrus. Hamparan-hamparan karang tersebut merupakan habitat, tempat berlindung dan pembiakan berbagai jenis ikan dan molusca yang hidup menempel pada terumbu karang tersebut.
Selain itu juga menjadi tempat pencaharian makanan bagi berbagai jenis penyu, lumba-lumba, duyung, dan aneka jenis ikan lainnya [indopolistcom]

Teluk Cendrawasih memiliki 14 jenis flora yang dilindungi. Sebagian besar terdiri dari jenis pohon kasuarina. Selain itu, di taman nasional ini juga terdapat 36 jenis burung, di mana 18 di antaranya dilindungi. Terdapat pula 196 jenis moluska, 209 jenis ikan, dan beberapa penyu (penyu sisik, hijau, belimbing, dan sisik semu). Wilayah ini juga merupakan tempat tinggal yang nyaman bagi paus dan lumba-lumba. Kedua jenis hewan ini dapat tinggal dengan tenang di sini karena tidak ada pemburu paus ataupun lumba-lumba, serta masih berlimpahnya makanan yang disediakan Teluk Cendrawasih bagi mereka.

Datang ke Teluk Cendrawasih, pengunjung dapat menikmati beragam objek menarik yang bertaburan di seluruh penjuru Taman Nasional ini. Jika ingin melakukan wisata bahari, Pulau Nusrowi, Pulau Yoop, dan Pulau Mioswaar dapat menjadi pilihan yang menarik. Di perairan pulau-pulau ini, pengunjung dapat menikmati keindahan bawah laut yang penuh warna dan kaya objek yang menggoda mata dengan menyelam. Selain itu, pengunjung juga dapat mengamati perilaku ikan paus dan lumba-lumba.

Jika ingin menjelajahi gua, kunjungi saja Pulau Mioswaar. Di sini terdapat gua alam peninggalan zaman purba dan juga sumber air panas yang mengandung belerang tanpa kadar garam. Gua ini merupakan gua bersejarah karena di dalamnya terdapat kerangka leluhur etnik Wandau. Konon, merekalah kelompok manusia pertama yang datang ke pulau ini. Di Pulau Numfor, juga terdapat sebuah gua yang di dalamnya terdapat tengkorak manusia serta piring-piring antik dan peti-perti berukir. Apabila menginginkan yang sedikit berbeda,  cobalah untuk mendatangi Tanjung Mangguar. Di sini, terdapat gua dalam air dengan kedalaman 100 kaki.

Selain itu, masih ada Pulau Rumberpon yang menawarkan berbagai pengalaman menarik. Di pulau ini, pengunjung dapat melakukan pengamatan terhadap burung, penangkaran rusa, wisata bahari, dan juga dapat melihat kerangka pesawat tempur Jepang yang tenggelam saat perang dunia II.

Secara administratif, Taman Nasional ini berada di wilayah Kabupaten Manokwari, Propinsi Papua Barat, dan Kabupaten Paniai, Propinsi Papua, Indonesia.

Taman Nasional Teluk Cendrawasih dapat dicapai melalui Manokwari ataupun dari Nabire (Ibukota Kabupaten Paniai). Dari Manokwari ke lokasi Taman Nasional yang berjarak sekitar 95 km dapat ditempuh dengan beberapa cara. Pertama, pengunjung dapat menggunakan kapal motor yang datang tiga kali seminggu dengan lama perjalanan 2,5 jam. Kedua, pengunjung juga dapat menggunakan motor tempel dengan waktu tempuh sekitar 6—10 jam, atau menggunakan kapal perintis PELNI dengan lama perjalanan antara 18—20 jam. Kapal PELNI biasanya singgah ke taman nasional ini sekali dalam sebulan. Ketiga, pengunjung juga dapat menumpang pesawat jenis Twin Otter milik Merpati Nusantara atau Cesna milik MAF. Namun, setelah perjalanan udara, perjalanan selanjutnya tetap harus dilanjutkan dengan motor tempel selam 3—4 jam.

Sementara itu, jika melalui Nabire, pengunjung akan menempuh jarak 38 km untuk mencapai Taman Nasional Teluk Cendrawasih. Dari sini, pengunjung dapat menggunakan perahu motor dengan waktu tempuh 2—6 jam (bergantung pada jenis perahu motornya).

Pengunjung tidak dikenakan biaya tiket untuk memasuki Taman Nasional Teluk Cendrawasih. Hanya saja, apabila pengunjung ingin menjalajahi Teluk Cendrawasih dianjurkan melapor ke Balai Taman Nasional Teluk Cendrawasih (BTNTC) di Kota Manokwari untuk mendapatkan Surat Izin Masuk Lokasi (Simaksi). Sementara itu, bagi wisatawan mancanegara diharuskan memperoleh izin masuk dari Departemen Kehutanan.

Di kawasan ini belum tersedia fasilitas pariwisata seperti Dive Center, penginapan, ataupun resort. Namun, untuk pengunjung yang ingin menginap dapat menggunakan pondok wisata BTNTC di Distrik Rumberpon atau di rumah-rumah penduduk. Bagaimana mekanisme untuk mendapatkan tempat penginapan tersebut dapat langsung menghubungi BTNTC. Jika dirasa membutuhkan pemandu untuk menjelajahi Taman Nasional Teluk Cendrawasih, sertakan keinginan tersebut dalam surat permohonan izin ke BTNTC. Nantinya, pihak BTNTC yang akan memberikan/menunjuk pendamping [sumber:wisata-voucher-hotel.com]

Puncak Jaya Wijaya

Puncak Jaya Wijaya

puncak jaya
Belantara Indonesia
Pegunungan Jayawijaya adalah nama untuk deretan pegunungan yang terbentang memanjang di tengah provinsi Papua Barat dan Papua (Indonesia) hingga Papua Newguinea di Pulau Irian. Deretan Pegunungan yang mempunyai beberapa puncak tertinggi di Indonesia ini terbentuk karena pengangkatan dasar laut ribuan tahun silam. Meski berada di ketinggian 4.800 mdpl, fosil kerang laut, misalnya, dapat dilihat pada batuan gamping dan klastik yang terdapat di Pegunungan Jayawijaya. Karena itu, selain menjadi surganya para olah raga pendaki, Pegunungan Jayawijaya juga menjadi surganya para minat khusus peneliti geologi dunia.
Puncakjaya kabupatenpuncakwpPegunungan Jayawijaya juga merupakan satu-satunya pegunungan dan gunung di Indonesia yang memiliki puncak yang tertutup oleh salju abadi. Meskipun tidak seluruh puncak dari gugusan Pegunungan Jayawijaya yang memiliki salju. Salju yang dimiliki oleh beberapa puncak bahkan saat ini sudah hilang karena perubahan cuaca secara global.
Menurut teori geologi, awalnya dunia hanya memiliki sebuah benua yang bernama Pangea pada 250 juta tahun lalu. Benua Pangea pecah menjadi dua dengan membentuk benua Laurasia dan benua Eurasia. Benua Eurasia pecah kembali menjadi benua Gonwana yang di kemudian hari akan menjadi daratan Amerika Selatan, Afrika, India, dan Australia.

puncak jayawijaya welkiswpPengendapan yang sangat intensif terjadi di benua Australia, ditambah terjadinya tumbukan lempeng antara lempeng Indo-Pasifik dengan Indo-Australia di dasar laut. Tumbukan lempeng ini menghasilkan busur pulau, yang juga menjadi cikal bakal dari pulau dan pegunungan di Papua.
Puncak Jaya Wijaya
Puncak Jaya wijaya
Akibat proses pengangkatan yang terus-menerus, sedimentasi dan disertai kejadian tektonik bawah laut, dalam kurun waktu jutaan tahun menghasilkan pegunungan tinggi seperti yang bisa dilihat saat ini.
Bukti bahwa Pulau Papua beserta pegunungan tingginya pernah menjadi bagian dari dasar laut yang dalam dapat dilihat dari fosil yang tertinggal di bebatuan Jayawijaya.

Puncak-puncak Jayawijaya

Keindahan Sarang Semut Di merauke Papua

Sarang semut
Sarang Semut

Banyak hal yang unik dan menarik di berbagai dunia, termasuk juga di Indonesia. 
Dari Sabang sampai Merauke tentunya kita bisa menemukan banyak sekali hal yang menarik yang bisa kita kunjungi dan kagumi. Belahan paling barat di Indonesia, Merauke, salah satunya. Kota ini menyimpan banyak cerita dan keindahan alam yang menarik untuk ditelusuri. Jika belum pernah ke Merauke, mungkin anda bisa memasukkan kota ini ke dalam daftar kota wajib untuk dikunjungi setelah membaca ulasan tentang rumah unik berikut ini.
Rumah unik ini bukan rumah yang ditinggali oleh manusia, tapi dihuni oleh kawanan hewan yang sering kita sebut rayap. Wah rumah rayap saja, apa yang menarik? Tunggu dulu, kawan, coba kita telisik pelan-pelan. Rumah para rayap ini lebih tepat untuk disebut sebagai Rumah Semut, bingung ya kenapa rumah rayap dibilang rumah semut?
Rayap dalam bahasa orang Merauke atau daerah Papua dikenal dengan sebutan Musamus atau semut. Maka dari itu, Rumah Semut atau Rumah Musamus yang dimaksud di sini bukan rumah-rumah yang dibangun atau yang ditempati para semut kecil yang kita kenal, melainkan rumah semut adalah rumah rayap. Rumah semut ini memang sangat unik, mulai dari bentuknya, proses pembuatannya, hingga filosofi di balik makna Rumah Semut ini.

Rumah Semut ini merupakan sebuah bangunan yang tingginya melebihi tinggi manusia rata-rata. Ada yang tingginya 3 meter bahkan ada yang setinggi 5 meter kurang lebihnya. Rumah semut ini adalah bangunan yang tinggi menjulang berwarna cokelat. Dari jauh mungkin seperti melihat batu yang tinggi dengan bentuk mengerucut ke atas. Dibangun dari daun-daunan dan rerumputuan yang sudah mongering yang ada di sekitar lokasi dan juga liur para rayap tersebut yang menjadi perekat atau semennya.
Keindahan Sarang Semut Di merauke Papua
Sarang Semut
Jangan dikira rumah semut ini tidak kuat walau berbahan dasar rumput dan daun kering serta liur mereka. Kenyataannya, Rumah Semut ini sangat kuat, tidak mudah goyah, mampu menahan berat bobot manusia dewasa, dan malah katanya nih, tahan gempa. Hebat kan?
Jika anda mendekat, anda akan bisa melihat pori-pori yang banyak dan cukup besar di badan rumah semut ini. Lobang-lobang tersebut adalah tempat tinggal para rayap dan memiliki fungsi lain yang tak kalah menariknya. Lobang tersebut bukan hanya sebagai rumah para rayap saja, tapi juga sebagai ventilasi dan juga pengatur suhu. Lobang-lobang yang ada di dinding rumah semut ini akan melindungi para rayap dan pada saat musim panas datang, mereka akan membantu mengeluarkan panas dari dalam ke luar sehingga rumah semut ini akan tetap terjaga suhu di dalamnya bagi para rayap.
Keunikan lainnya adalah Rumah Semut ini dibangun dengan kerja keras para rayap selama 1 hingga 2 tahun lamanya. Mereka membangun rumah ini setiap malam selama kurun waktu tersebut. Luar biasa. Hebatnya lagi, Rumah Semut ini hanya anda temukan di daerah Merauke ini jika di Indonesia. Jadi, kita memang wajib melestarikan rumah semut ini dan wajib kita jaga.
Rumah Semut bisa dilihat di sejumlah tempat di Merauke dan sekitarnya. Anda mungkin pernah mendengar Taman Nasional Wasur? Ya, Taman Nasional ini memiliki rumah semut yang bisa anda telisik keberadaanya. Untuk mengunjungi Taman Nasional Wasur, anda bisa terbang ke Papua dan melanjutkan perjalanan menggunakan mobil melewati Jalan Trans Irian menuju Merauke dari Papua. Perjalanan akan memakan waktu satu setengah hingga dua jam kurang lebihnya.
Jika anda ingin melihat Rumah Semut di tempat lain, maka anda bisa ke Distrik Sota, salah satunya. Di sini adalah wilayah perbatasan yang memisahkan Indonesia dengan Papua Nugini. Taman kecil ini memiliki rumah semut yang dirawat oleh warga dan juga polisi perbatasan di sana. Waktu kunjungan yang terbaik untuk melihat Rumah Semut adalah pada bulan Juli hingga November. Selain di dua lokasi tersebut, bisa ditemukan juga di sekitar kawasan Merauke lainnya.

Karena memang Rumah Semut atau Musamus ini hanya ada di Merauke, maka tak heran, jika kota ini menggunakan Rumah Semut sebagai lambang kota dan logo di instansinya. Rumah Musamus ini menjadi simbol kerja keras tanpa pamrih yang patut diterapkan manusia sehari-hari. Selain lambang kota Merauke, Rumah Semut tersebut bisa juga ditemukan di logo Universitas Musamus Merauke. Setiap kali kita berkunjung, kita akan mendapat sebuah pesan yang mendalam, yaitu “Jangan lihat aku, tapi lihat karyaku”.

Suku asmat papua

Suku asmat papua

Patung Asmat
Asmat

Suku Asmat sangat terkenal di Manca Negara karena seni patungnya, sangat Unik, Artistik dan mempesona, dan dapat  dikatakan bahwa patung tersebut  merupakan hasil karya budaya dunia.
Ribuan ukiran seni patung bernilai tinggi karya putra-putri suku Asmat, Papua, mendominasi acara pesta budaya suku Asmat yang berlangsung pada setiap awal oktober, dan pada festifal tahun 2008 di Agats, Asmat, 6-12 Oktober 2008.


Pesta budaya suku Asmat tahun 2008 merupakan penyelenggaraan ke-25. Semenjak festival ini mulai diperkenalkan kepada publik tahun 1981 atas prakarsa Uskup Alfonsus Suwada OSC, uskup pertama di Keuskupan Agats-Asmat, patung selalu mendominasi.

Selain menampilkan ukiran seni patung, pesta budaya Asmat , juga menampilkan atraksi tarian dan lagu yang dibawakan oleh kelompok penari tifa dari ratusan kampung.
Rumah Honai
Pada puncak pesta budaya Asmat, selalu , digelar lelang dua ratusan  ukiran Asmat bernilai tinggi yang merupakan ukiran terbaik hasil seleksi panitia. dan selalu lebih 50 % terjual  dengan nilai transaksi mencapai ratusan juta sampai Miliaran rupiah.
Ukiran termahal terjual seharga Rp 30 juta yang merupakan karya Yohanis Taonban dari Kampung Atsj, Distrik Atsj. Ukiran yang mengungkapkan cerita masyarakat suku Asmat melakukan aktivitas memangkur sagu (tanaman yang menjadi makanan pokok penduduk setempat) sambil menabuh tifa serta mencari ikan di tepi pantai tersebut dibeli oleh Bupati Merauke, Yohanes Gluba Gebze, yang sengaja datang ke Agats untuk menghadiri pesta budaya suku setempat. (2008)
Untuk mencapai Asmat, para turis harus menyinggahi Timika. Selanjutnya, dengan menggunakan pesawat perintis menuju Distrik Ewer dengan waktu tempuh 40-45 menit. Dari Ewer harus menempuh perjalanan menggunakan speedboat selama 15-20 menit ke Agats.


Jumat, 10 Oktober 2014

Keindahan Pulau Mansinam yang terletak di tanah papua

Keindahan Pulau Mansinam yang terletak di tanah papua

Keindahan pulau Raja Ampat
Keindaha Raja Ampat
Papua - Keindahan alam Tanah Papua sudah terdengar seantero dunia. Kekayaan alamnya terbentang di setiap sudut Pulau Cendrawasih ini. Jika Anda hendak ke Kota Manokwari Papua Barat, jangan lupa singgah ke Pulau Mansinam. Pulau ini menjadi tempat bersejarah dimulainya peradaban masyarakat di Papua.

"Pulau Mansinam ini pulau bersejarah bagi rakyat di Tanah Papua. Di sini sejarah awalnya peradaban di Tanah Papua dengan masuknya dua misionaris asal Jerman, Carl William dan Goltlob Geisller (Ottow dan Geisller) pada 5 Februari 1855," ujar Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Wanggai saat berbincang dengan detikcom di Pulau Mansinam, Sabtu (23/8/2014).

Pada 22 Januari 2009, SBY menjadi Presiden pertama yang menginjakkan kakinya di Pulau Mansinam. SBY datang bersama Ibu Negara Ani Yudhoyono untuk menyapa masyarakat.

Ketika itu, gubernur menyampaikan keinginan dan harapan masyarakat dari umat kristiani di Tanah Papua untuk membuat sebuah monumen atau revitalisasi semua aspek yang ada di Pulau Mansinam. Pada saat itu Presiden menyatakan komitmennya untuk membantu baik sebagai kepala pemerintahan maupun secara pribadi," tutur Velix.

Setelah kunjungan tersebut, SBY memberikan arahan khusus kepada kantor staf khusus presiden bidang pembangunan daerah (SKP Bangda Otda) untuk melakukan komunikasi dengan pihak gereja dan Pemprov Papua Barat untuk mengidentifikasi kegiatan apa yang akan dilakukan dan mendesain perencanaan revitalisasi Pulau Mansinam. Kemudian SKP Bangda Otda
berkordinasi dengan tiga kementerian yakni Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Lingkungan Hidup.

"Pada 21 Desember 2011 kami berkunjung yang pertama, saat itu masih diatas bukit, masih hutan dan semak belukar, saat itu bapak presden memberikan arahan kepada kami untuk hadir pada 5 februari 2012 peringatan ke 157 masuknya injil di Tanah Papua dan saat itulah peletakan batu pertama," ungkapnya.

Di bibir pantai Pulau Mansinam, kita bisa menemui tempat pendaratan pertama dua misionaris asal Jerman, Carl William dan Goltlob Geisller (Ottow dan Geisller). Di lokasi ini terdapat sebuah Prasasti Salib besar setinggi kurang lebih 6 meter.

Dibelakangnya terdapat relief gambar-gambar yang menceritakan soal kedatangan mereka yang disambut oleh warga setempat. Ada juga empat patung perunggu keduanya yang masing-masing menghadap ke laut dan ke arah Salib.

Selain itu ada juga Gereja Tua Lahai Roi yang saat ini dijadikan tempat warga setempat untuk beribadah. Di belakang gereja, ada sumur tua yang saat itu digali oleh Ottow dan Geisller dibantu warga sebagai sumber air untuk kebutuhan sehari-hari.

Naik ke atas bukit, sekitar 1 km, ada Patung Yesus Kristus besar setinggi 35 meter. Patung ini sebagai simbol dimana Kitab Injil pertama masuk ke Tanah Papua